Sat. Oct 25th, 2025

Sejarah Keraton Yogyakarta Surakarta

Sejarah Panjang Keraton Yogyakarta dan Surakarta

Keraton Yogyakarta dan Keraton Surakarta merupakan dua pusat kebudayaan Jawa yang memiliki sejarah panjang dan peran penting dalam perjalanan bangsa Indonesia. Keduanya lahir dari peristiwa besar yang dikenal dengan Perjanjian Giyanti pada tahun 1755, yang membagi Kesultanan Mataram menjadi dua wilayah kekuasaan: Kesultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta.

Awal mula pembagian ini bermula dari konflik internal di Kesultanan Mataram setelah wafatnya Sultan Agung. Perebutan kekuasaan antara keluarga kerajaan menyebabkan ketegangan politik yang terus meningkat. Akhirnya, campur tangan Belanda melalui VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie) memperparah situasi dan berujung pada perjanjian yang disepakati di Desa Giyanti, Jawa Tengah. Melalui perjanjian tersebut, Pangeran Mangkubumi mendapat wilayah Yogyakarta dan dinobatkan sebagai Sultan Hamengkubuwono I, sementara Pakubuwono III tetap berkuasa di Surakarta.

Setelah pembagian tersebut, kedua keraton berkembang dengan karakter dan identitas budaya masing-masing. Keraton Yogyakarta menjadi simbol perlawanan terhadap penjajahan. Pada masa penjajahan Belanda hingga kemerdekaan Indonesia, Yogyakarta memainkan peran besar dalam perjuangan nasional. Bahkan, ketika ibu kota Indonesia sempat dipindahkan ke Yogyakarta pada tahun 1946, Sri Sultan Hamengkubuwono IX dengan sukarela mendukung pemerintahan Republik Indonesia. Dukungan itu menjadi bukti nyata bahwa Keraton Yogyakarta tidak hanya melestarikan budaya, tetapi juga berkontribusi dalam perjuangan bangsa.

Sementara itu, Keraton Surakarta atau Kasunanan Surakarta Hadiningrat, tetap menjadi pusat kebudayaan Jawa klasik dengan tradisi yang sangat kuat. Di bawah kepemimpinan para raja Surakarta, seni tari, gamelan, dan upacara adat Jawa berkembang pesat. Surakarta dikenal dengan tata krama yang halus, busana tradisional yang elegan, serta seni pertunjukan seperti wayang wong dan bedhaya yang megah.

Kedua keraton ini hingga kini masih berfungsi sebagai penjaga warisan budaya Jawa. Arsitektur megah, ukiran kayu yang detail, hingga simbol-simbol spiritual di setiap sudut keraton mencerminkan filosofi hidup masyarakat Jawa: keseimbangan antara lahir dan batin.

Meskipun sempat mengalami dinamika politik dan perubahan zaman, baik Keraton Yogyakarta maupun Surakarta tetap menjadi saksi bisu perjalanan panjang peradaban Jawa. Keduanya bukan hanya bangunan bersejarah, tetapi juga pusat spiritual dan budaya yang terus hidup di hati masyarakat Indonesia — lambang kejayaan masa lalu yang masih bersinar hingga hari ini.

By admin

Related Post